“Kondisi pemimpin kita saat ini”
Untuk melihat bagimana kondisi kepemimpinan Indonesia saat ini, ada salah satu pendapat yang dilontarkan oleh Ketua DPR-RI saat sidang dilangsungkan pada tahun 1992. Salah satu poin menarik (dalam Opini Faturochman di Kompas 15/9/1992) dari ketua DPR-RI Kharis Suhud dikatakan antara lain, bahwa ada penurunan keteladanan kepemimpinan yang terjadi sekarang. Apa gerangan tiba-tiba seorang pemimpin dan wakil rakyat yang duduk di lembaga legislatif berujar seperti demikian. Tentu perkataan ini tidak langsung secara tiba-tiba dikatakan olehnya dalam sidang terhormat dan ini mungkin sudah melewati proses yang panjang hingga terlontar kalimat seperti itu. Bagimana dengan kondisi setelahnya? Sepertinya pendapat ini masih relevan dengan kondisi kepemimpinan yang terjadi dalam bangsa ini meskipun “usianya” telah 18 tahun yang lalu diucapkan. Hal ini cukup beralasan mengingat permasalahan yang terjadi di bangsa ini seperti korupsi, penggunaan kekuasaan untuk kepentingan tertentu, kasus kekerasan dan tindak terororisme dan sampai pada etika anggota dewan yang sangat tidak beralasan menonton video porno saat sidang berlangsung, hal ini sangguh menampar wajah bangsa. Kejadian seperti ini seperti tidak kunjung usai untuk segera dituntaskan. Ditambah lagi mulai semakin maraknya aksi-aksi demo menolak kepemimpinan yang terjadi akhir-akhir ini semakin memperkuat indikasi bahwa ada sesuatu yang tidak diinginkan masyarakat dari sosok seorang pemimpin. Statement-statment mengenai “krisis kepercayaan” yang mulai berkembang di masyarakat mulai diangkat dalam diskusi-diskusi yang dilakukan stasiun televisi. Lagi-lagi ini memperkuat bahwa krisis kepemimpinan mulai menjadi eforia gunung es yang sewaktu-waktu akan meledak dan akan menimbulkan terulangnya kembali reformasi yang terjadi beberapa tahun yang lalu. Peristiwa ini masih merupakan sekelumit masalah yang sebenarnya masih banyak terjadi di dalam masyarakat dan tentu dibutuhkan sosok seorang pemimpin yang berani, tegas dan bijaksana untuk menyelesaikannya.
Permasalahan kepemimpinan dan tantangan masa depan
Menjadi pemimpin tidak mudah. Lebih sulit lagi menjadi pemimpin yang baik. Sayangnya, banyak orang yang tidak menyadari bahwa mereka tidak layak menjadi seorang pemimpin. Ambisi yang besar sering menjadi modal satu-satunya (Faturochman, 1992).
Ini merupakan masalah yang terjadi dalam dinamika kepemimpinan kita saat ini. Dimana orang-orang merasa bahwa mereka adalah seorang pemimpin dan mampu memimpin. Pemimpin-pemimpin “karbit” kerap bermunculan ke panggung politik. Partai tidak lagi menjadi proses pendidikan untuk menjadi pemimpin, partai hanya dijadikan kendaraan politik semata dengan uang sebagai motor penggeraknya. Tidak jarang juga kepopuleran menjadi indikator penting sebagai salah satu yang dipaksakan.
Faturochman berpendapat bahwa pola kepemimpinan tidak banyak berubah. Namun tuntutan masyarakat yang banyak berubah sejalan dengan perubahan zaman. Perkembangan ilmu pengetahuan punya andil besar dalam hal ini. Karena dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan masyarakat seakan mengikuti perubahan ini. Masyarakat merasa terpaksa untuk mengimbangi perubahan, terlebih dalam negara-negara berkembang dimana masih banyak kehidupan masyarakatnya jauh dari kesan modern yang dipenuhi dengan perangkat-perangkat teknologi canggih. Hal ini dapat kita temui dalam masyarakat Indonesia, yang berada di suku-suku pedalaman Sumatra, Jawa, Kalimantan dan Papua.
Permasalahan lain dari kepemimpinan kita adalah kurang tegas dalam memimpin sehingga masyarakat menjadi bingung dengan pola kepemimpinan yang berkembang. Ditambah lagi dengan bumbu-bumbu politik pencitraan yang menjadi landasan dalam bertindak. Sehingga jika permasalahan muncul membutuhkan waktu yang sangat lama untuk segera diantisipasi dan ditanggulangi. Hal-hal lain yang juga mulai berkembang yaitu paradigma berpikir tentang seorang pemimpin. Kecenderungan yang terjadi dalam pola kepemimpinan kita adalah menganggap dirinya sebagai “raja” yang harus disembah dan dipuja-puja. Ketika para pemimpin datang berkunjung maka blokade-blokade jalan dilakukan dengan dalih pengamanan yang bisa dianggap terlalu berlebihan.
Selain itu, tantangan terberat bagi seorang pemimpin, menurut Locke adalah menanamkan visi yang sudah dikembangkan kepada anggota organisasi. Ini merupakan hal esensial yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin kepada anggota-anggotanya sehingga segenap anggota dapat mengerti dan memahami visi yang menjadi tujuan organisasi atau perusahaan yang mereka ikuti. Dengan mengetahui visi maka segenap tindakan para anggota menuju ke arah tercapainya visi tersebut. Tidak hanya itu, pemimpin mempunyai kewajiban lain yaitu menghidupkan dan memberi energi pada visi agar dapat menjadi roh seluruh anggota organisasi.
Solusi pemecahan
Karena pemimpin merupakan sesuatu yang tidak dibawa lahir, maka dari itu sistem pendidikan akan membawa andil besar dalam menjawab kebutuhan pemimpin yang mengerti setiap masalah yang terjadi dan dapat memberikan kontribusi dalam penyelesaiannya. Sehingga seorang pemimpin seharusnya dapat membuka mata dan pikiran agar setiap masalah yang berkembang dapat diatasi dengan baik. Untuk mewujudkan hal ini maka dibutuhkan seorang pemimpin untuk mau belajar tidak hanya dalam lingkup pendidikan resmi atau formal namun juga pendidikan non formal. Seperti yang diungkapkan oleh Nisrul irawati bahwa tantangan seorang pemimpin semakin kompleks dan rumit untuk itu seorang pemimpinan sekarang tidak cukup lagi hanya mengandalkan pada bakat atau keturunan. Pemimpin zaman sekarang harus belajar, harus membaca, harus mempunyai pengetahuan mutakhir dan pemahamannya mengenai berbagai soal yang menyangkut kepentingan orang-orang yang dipimpin. Selain itu, pemimpin juga harus memiliki kredibilitas dan integritas, dapat bertahan, serta melanjutkan misi kepemimpinannya. Kalau tidak, pemimpin itu hanya akan menjadi suatu karikatur yang akan menjadi cermin atau bahan tertawaan dalam kurun sejarah kelak dikemudian hari.
Sumber gambar :
NAMA : SAMUEL DIRGANTARA
KELAS : 1KA29
NMP : 16111573