1.Bob Hasan Dibebaskan Bersyarat.
20 Pebruari 2004
TEMPO Interaktif,Semarang: Mohammad Bob Hasan,terpidana kasus korupsi
proyek pemotretan hutan lindung dan pemetaan areal hak pengusahaan
hutan (HPH),dinyatakan bebas bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan
(LP) Batu Nusakambangan,Jawa Tengah.Demikian dikatakan Kepala Kantor
Wilayah Kehakiman Jawa Tengah,Sumarsono SH kepada TNR lewat sambungan
telepon,Jumat (20/2).Pembebasan itu berdasarkan Surat Keputusan dari
Dirjen Pemasyarakatan,Adi Suyatno SH dengan nomor
E4.VI.697.PK0405/2004 tertanggal 19 Februari 2004.
"Mulai 19 Februari 2004,Bob Hasan dinyatakan bebas bersyarat," kata
Sumarsono.Beberapa alasan hukum pembebasan Bob Hasan,diantaranya
terpidana telah menjalani 2/3 masa hukuman sesuai dengan ketentuan
pasal 15 KUHP dan UU nomor 12/1995 tentang pemasyarakatan,tidak
mempunyai catatan hukum lain yang dikuatkan oleh SK Jaksa Agung Muda
nomor B074/F/FT.1/02/2004 tertanggal 9 Februari 2004,dan ada pihak
penjamin terdakwa. "Penjaminnya adalah Yoyok,salah seorang anggota
keluarga Bob Hasan," kata Sumarsono.
Menurut Sumarsono,bila memang sudah sesuai dengan prosedur hukum,
siapapun bisa mengajukan pembebasan bersyarat.
"Tidak ada ketentuan khusus buat Bob Hasan," kata Sumarsono.
Sehari setelah dinyatakan bebas,Bob Hasan sendiri tidak langsung
menuju kediamannya di Jakarta,melainkan berkunjung ke makam Jenderal
(Purn) Gatot Soebroto,di Kelurahan Sidomulyo,Kecamatan Ungaran,
Kabupaten Semarang.Bob Hasan tiba di makam mantan ayah angkatnya itu
sekitar pukul 11.00 WIB.Dari Ungaran,Bob kemudian melanjutkan
perjalanan ke Jakarta lewat Bandara Ahmad Yani,Semarang dengan
menggunakan pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA-251
sekitar pukul 2:55 WIB.
Sohirin - Tempo News Room
============
2.Panwaslu Semarang Periksa Alvin Lie.
20 Pebruari 2004
TEMPO Interaktif, Semarang: Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota
Semarang,Jumat (20/2),memeriksa anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
RI dari Partai Amanat Nasional (PAN),Alvin Lie,berkaitan dengan
penyebaran kalender PAN yang memuat foto dirinya bersama Ketua Umum
PAN,Amien Rais.Kalender yang dilengkapi dengan ajakan untuk mencoblos
PAN,Amin Rais dan Alvin Lie,itu bertuliskan "Coblos Amien Rais" dan
"Pilihan ku untuk DPR RI".
Dalam pemeriksaan,Panwaslu mengajukan enam pertanyaan,diantaranya
apakah kalender itu sengaja dicetak dan disebarluaskan untuk
kepentingan kampanye Alvin Lie sebagai salah seorang calon legislatif
(caleg) DPR-RI PAN dari daerah pemilihan Jawa Tengah.Anggota
legislatif asal Semarang itu pun mengaku mencetak kalender lengkap
dengan foto dirinya dan Amien Rais,serta ajakan mencoblos PAN,
dirinya sebagai calon legislatif dan Amien Rais sebagai Presiden
dalam Pemilu 2004.
Selain mencetak kalender,dirinya juga mencetak buku pedoman yang
berisi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga,etika tata laksana
partai serta undang undang pemilu.Menurut Alvin,itu dilakukannya
sebagai komitmen dan cintanya pada partai.
Tapi,Alvin membantah bila upayanya itu dikategorikan sebagai mencuri
start kampanye.Pembuatan kalender dimaksudkan untuk konsumsi internal
PAN,bukan untuk kampanye," kata Alvin.Dirinyapun mengaku tidak pernah
memerintahkan siapapun atau mengizinkan siapapun,termasuk
menyebarluaskan atau memberikan kalender itu kepada orang luar.
Menurut Husni Thamrin,anggota Panwaslu Kota Semarang,hasil
pemeriksaan terhadap Alvin Lie selanjutnya akan dibawa ke rapat
pleno,untuk menentukan apakah hal itu termasuk pelanggaran Pemilu
atau tidak. "Rapat pleno yang menentukan apakah kasus itu bisa
diteruskan ke penyidik atau tidak," kata Husni.
Pemanggilan Alvin ke Panwaslu Kota Semarang berawal dari ditemukannya
kalender oleh salah seorang warga bernama Zaenal Abidin di sebuah
rumah warga bernama Yanti,di Jalan Surtikanti Tengah III,Kelurahan
Bulu Lor,Semarang,pekan lalu.Yanti sendiri memperoleh kalender itu
dari seorang sales jamu.
Sohirin - Tempo News Room
=========
3.PKB Desak KPK Usut Kembali Kasus Bulog.
Jakarta, Sinar Harapan
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) akan mendesak Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) mengusut penyalahgunaan dana non-bujeter Bulog yang
ditaksir mencapai Rp 2 triliun lebih.Juga mengusut kembali kasus
korupsi dana non-bujeter Rp 40 miliar yang melibatkan Ketua DPR,
Akbar Tandjung.
Ini disebabkan tidak terungkap jelas sebenarnya aliran dana yang
fakta-fakta sebenarnya sudah ada di awal penyidikan oleh Kejaksaan
Agung.Di antaranya,menyoal adanya dua cek yang ditandatangani oleh
bendahara Golkar,MS Hidayat dan Fadel Muhammad dan diduga sebagai
pecahan aliran dana tersebut.
Ketua DPP PKB,Mahfud MD mengatakan hal ini saat berkunjung ke kantor
redaksi Sinar Harapan, Kamis (19/2) malam.
"Kita akan minta KPK untuk majukan kasus ini kembali,karena kita
pikir KPK ini kan masih netral dan bisa menangani ini.Karena,selain
kasus dana Rp 40 miliar,penyalahgunaan dana Bulog itu ada sekitar
Rp 2,6 triliun," paparnya.
Mahfud mengatakan,pihaknya mengaku kecewa sekaligus senang dengan
putusan Mahkamah Agung (MA) yang juga membebaskan Akbar dari proses
hukum.Di satu sisi,temuan yang awalnya diungkap Mahfud saat menjabat
sebagai Menteri Pertahanan,ternyata belakangan terbukti benar adanya
hingga melewati proses pengadilan.Salah satu buktinya adalah dengan
dihukumnya Ketua Yayasan Raudhatul Jannah,Dadang Sukandar dan
kontraktor penyaluran sembako,Winfried Simatupang.
Sedangkan putusan MA yang membebaskan Akbar itu diakuinya sangat
mengecewakan,terlebih karena putusan MA atas kasasi kasus itu,justru
tidak mengungkap kebenaran atas sejumlah fakta yang ada di awal
penyelidikan dan penyidikan.
Dihukumnya Dadang dan Winfried,dinilai Mahfud,adalah suatu "skenario"
yang memang untuk membebaskan Akbar.
Mantan Menteri Kehakiman ini juga tidak menafikan bahwa putusan itu
terkait dengan dakwaan Jaksa yang tidak menyoroti semua fakta- fakta
menyoal aliran dana itu.Akibatnya,hakim di pengadilan tingkat pertama
hingga MA pun tidak menyorotinya dan terpaku pada dakwaan dan
tuntutan JPU.Ia pun tidak menafikan kemungkinan adanya "skenario" DPR
dengan Kejagung untuk tidak mengupas semua fakta- fakta itu.
"Itu bisa saja ada skenario DPR dengan Kejagung," tambahnya.
Tak Ada Celah Hukum.
Di kesempatan berbeda,mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta
Pusat yang menjadi Ketua Majelis Hakim yang mengadili perkara Akbar
Tandjung,Amiruddin Zakaria menilai tidak ada lagi celah hukum untuk
membuka kembali kasus tersebut.Hakim yang mengaku mengundurkan diri
karena kecewa atas putusan MA itu,mengatakan alasan yang sama dengan
Kapuspenkum Kejagung untuk tidak membuka kembali kasus itu.
Pengadilan akan menilainya sebagai nebis in idem,di mana seseorang
tidak dapat diadili dengan dua kasus yang sama.
"Melalui lembaga apapun,mengungkit kembali kasus ini melanggar asas
ne bis in idem.Orang tidak boleh diadili dua kali.Tiga orang ini
(Akbar Tandjung,Winfried Simatupang,dan Dadang Sukandar) sudah
selesai," ujarnya.
Namun,ia mengakui bahwa jika ada temuan KPK nanti di luar yang sudah
ada dari penyidikan Kejagung,hal itu bisa dijadikan novum untuk
alasan pengajuan PK.Hingga saat ini,ia mengaku pula tidak tahu apakah
Kejagung akan mengajukan PK atas kasus tersebut.
Meski ditegaskan KUHAP,PK adalah kewenangan terdakwa dan ahliwarisnya,
Jaksa dapat mengajukan hal serupa dengan adanya jurispudensi kasus
Marsinah,Gandhi Memorial School dan Muchtar Pakpahan.
Sedang Kejagung sendiri sepertinya menanggapi dingin berbagai
komentar dan desakan untuk mengajukan PK.Hingga kini,intitusi di
bawah pimpinan MA Rachman itu tak beringsut untuk menentukan PK atau
tidak. (rik/ina)
===========
4.Eksaminasi Vonis Akbar Percuma.
Jakarta (SIB)
Kejagung seperti patah arang menghadapi vonis bebas Akbar Tandjung.
Hingga kini Kejagung belum juga memutuskan untuk mengajukan
Peninjauan Kembali (PK).Sedangkan eksaminasi (pemeriksaan ulang
vonis) dianggap Kejagung percuma.
Kapuspenkum Kejagung Kemas Yahya Rahman menyatakan eksaminasi yang
akan dilakukan Forum Pemantau Pemberantasan Korupsi yang
dikoordinatori Prof Dr Romli Atmasasmita tidak akan berpengaruh
apapun terhadap vonis MA yang membebaskan Akbar.
"Saya pikir percuma saja.Tidak akan berpengaruh apa-apa.Lagipula
eksaminasi di dalam KUHAP tak diatur.Lalu apa subtansinya?" kata
Kemas kepada wartawan di ruang kerjanya,Kejagung,Jl. Hasanudin,
Jakarta, Kamis (19/2/2004).
Kemas juga mengungkapkan hingga kini Kejagung belum mengambil sikap
terhadap desakan agar mengajukan PK.Kejagung berdalih masih terus
mempelajari salinan putusan.
Sikap lamban Kejagung itu,menurut Kemas,karena tak adanya aturan
dalam KUHAP yang menyatakan jaksa bisa melakukan PK.KUHAP,jelasnya
menyatakan PK hanya dilakukan oleh terdakwa dan keluarganya.
"Tapi memang dalam pasal tersebut tak ada larangan bagi jaksa untuk
mengajukan PK dan juga adanya yurisprudensi di mana Kejagung pernah
mengajukan PK terhadap perkara Mochtar Pakpahan dan Gandhi Memorial
School. Saat itu PK diterima dan dimenangkan," tutur Kemas
========
5.Pesangon Pejabat "Menguras" Keuangan Negara.
Banyak orang berkata "tidak ada asap kalau tidak ada apinya".
Kebenaran adagium ini tidak perlu diragukan, sebab setiap asap pasti
berasal dari api, kecuali asap buatan. Adalah kemustahilan, sekiranya
ada asap mengepul-ngepul ke udara dan menyesakkan dada manusia atau
makhluk lainnya yang menghirupnya, tapi sama sekali tak ada apinya.
Kecuali lagi, jika itu asap "jadi-jadian".
Begitu pula kira-kira konotasinya pada beredarnya daftar gaji dan
pesangon para pejabat dan karyawan Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (BPPN),lembaga yang dibentuk dengan tujuan menyehatkan
kehidupan perbankan nasional tetapi tak lama lagi dibubarkan.Ada yang
berkomentar,jumlah pesangon untuk pejabat dan karyawan BPPN sesuai
daftar beredar itu,akan membangkrutkan negeri ini.Adalah wajar muncul
komentar seperti itu,sebab pesangon Ketua BPPN saja — sesuai bunyi
daftar yang beredar tersebut — besarnya mencapai Rp 1,430 miliar —
pesangon atau pensiun Presiden RI saja mungkin tak sampai separuhnya.
Masalahnya,apakah daftar gaji dan pesangon lembaga "ciptaan" era
krisis moneter ini benar adanya? Tingkat kepercayaan kepada
kebenarannya di kalangan masyarakat tentu cukup tinggi,sebab tak lama
sebelum ini "gonjang-ganjing" tentang besarnya pesangon para pejabat
BPPN tersebut sudah terungkap luas di media massa.Walau kemudian
muncul bantahan dari pihak pejabat BPPN sendiri kadarnya lebih
rendah,sebab orang bisa saja menduga bantahan itu sengaja diberikan
setelah rencana "mengeruk" uang negara itu terbongkar.
Boleh jadi pula,setelah "rencana" menjadi "orang kaya baru dari
pensiun" itu bocor,maka buru-buru diubah dengan memperkecil angka-
angkanya.Ibaratnya,rencana akan mengambil sesuatu secara berlebihan,
lalu berpura-pura cuma mengambil sekadarnya saja.Ini biasanya
merupakan cara-cara orang yang tidak jujur,memanfaatkan kesempatan
dalam kesempitan serta ingin cepat memperoleh sesuatu yang cukup
melalui jalan pintas,alias ingin kaya mendadak.
Ironisnya,ketika daftar gaji dan pesangon para pejabat serta karyawan
BPPN itu terungkap kepada publik,pihak pejabat BPPN tak bersikap jiwa
besar untuk menjelaskan argumentasinya,tapi justru seperti "cacing
kepanasan" dan secara emosi ingin mengusut serta menggugat pembocor
informasinya.Mereka lupa,uang gaji dan yang akan dikeduk bagi
pesangon untuk mereka merupakan uang negara yang berarti uang rakyat,
sehingga rakyat berhak tahu bahkan rincian alasan pengeluarannya,
sehingga tidak boleh dirahasiakan.
Jadi kalau daftar gaji dan pesangon itu beredar ke masyarakat luas,
sebenarnya tak ada yang salah apalagi aneh,justru menjadi
dipertanyakan jika pihak BPPN ngotot untuk merahasiakannya.Soal
pokoknya adalah,apakah angka-angka yang tercantum dalam daftar itu
benar atau tidak,ataupun apakah daftar itu mulanya benar tapi
kemudian setelah ketahuan tidak diakui.Kita berharap daftar itu tidak
benar,karena memang sangat fantastis dan benar-benar berimplikasi
menguras keuangan negara,tapi ya itu tadi: "tidak ada asap kalau
tidak ada apinya".
Fenomena pengurasan keuangan negara untuk membayar gaji atau semacam
pesangon pejabat,yang menurut pikiran awam tidak wajar,bukan baru
pada "kasus" BPPN namun banyak juga di lembaga-lembaga lain.
Belakangan ini paling mencolok ialah di lembaga legislatif,saat
anggota DPR maupun DPRD-DPRD sibuk mengalokasikan dana dalam jumlah
cukup besar sebagai "pesangon" atau "uang purnabbakti" dan
semacamnya.Padahal sebagai wakil rakyat yang duduk di legislatif atas
pilihan rakyat,mereka seharusnya sadar untuk tak selayaknya menguras
uang rakyat,begitu juga BPPN yang konon cuma menangani aset dan uang
negara yang sudah ada — bukan menciptakan proyek baru penghasil uang
maka tak pantas diberi pesangon. (***)
========
6.Golput Tidak Dilarang,Mengajak Golput Diancam Pidana
1 Tahun Denda Rp 10 Juta.
Seorang yang menyatakan dirinya Golput atau tidak menggunakan hak
pilihnya pada Pemilu sah-sah saja karena hal itu tidak dilarang UU.
Kesadaran berpolitik untuk menggunakan atau tidak menggunakan hak
pilih merupakan hak setiap orang yang tidak dapat dihalangi.
Namun bagi mereka yang dengan sengaja, baik secara langsung atau
tidak langsung mengajak orang lain untuk Golput atau tidak
menggunakan hak pilihnya pada Pemilu apalagi dengan ancaman kekerasan
ataupun janji-janji uang ataupun materi lainnya, dapat dipidana
dengan ancaman hukuman paling lama 1 tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 10 juta.
Demikian dikatakan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan Irham
Buana Nasution SH kepada wartawan di kantornya,Kamis (19/2)
menanggapi pengakuan pakar ekonomi Prof Bachtiar Hassan Miraza yang
mengakui dirinya Golput sebagaimana dilansir media massa.
"UU Pemilu No 12/2003 tidak melarang orang yang tidak menggunakan hak
pilihnya. Namun mereka yang mengajak orang lain untuk tidak memilih
atupun Golputakan dikenakan pidana sesuai pasal 139 UU No 12/2003,"
jelas Irham yang juga ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut.
Dalam UU tersebut kata Irham, mereka yang secara langsung maupun
tidak langsung memberikan janji-janji uang atau materi lainnya agar
orang lain tidak menggunakan hak pilihnya apalagi dengan ancaman
kekerasan,diancam hukuman pidana paling singkat 2 bulan dan paling
lama 1 tahun atau denda sedikitnya Rp 1 juta dan paling besar Rp 10
juta.
Pernyataan pakar ekonomi tersebut yang dilansir media massa itu
menurut Irham tidak dapat dikenakan pidana karena hanya mengatakan
dirinya golput dan tidak mengajak orang lain.
"Pernyataan itu hanya untuk kepentingan dirinya sendiri,dan bukan
mengajak orang lain untuk golput," tandas Irham.
Meski tidak ada dilarang,namun lanjut Irham,dalam kapasitasnya
sebagai ketua KPU Sumut yang menyelenggarakan Pemilu,mengharapkan
sebagai warga negara yang baik,setiap pemilih menggunakan hak
pilihnya pada Pemilu 2004.
"Pemilu merupakan indikator penegakan demokrasi,dan kita harus
percaya.Percaya pada Pemilu sebagai bentuk keinginan adanya
perubahan.Kepercayaan itu diwujudkan dengan menggunakan hak pilih.
Kalau kita tidak percaya dan tidak menggunakan hak pilih,berarti kita
menginginkan pada perubahan yang tidak dikehendaki," kata Irham.
Menurut Irham,di negara yang demokrasinya telah maju,Pemilu masih
dijadikan indikator penegakan demokrasi rakyat.Oleh sebab itu Irham
mengimbau agar setiap pemilih dapat menggunakan hak pilihnya pada
Pemilu. (B-2/o)
--- End forwarded message ---