Dimanapun kaum lelaki berada, akan memiliki kecenderungan rentan
terhadap perselingkuhan. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa 6 hingga 8
dari 10 lelaki di dunia ternyata pernah melakukan hubungan seks dengan
perempuan bukan istrinya.
Meski selingkuh dianggap sebagai perbuatan keliru, bukan berarti
mereka yang semula mengganggap selingkuh sebagai perbuatan cela, pada
akhirnya justru menjadikan “obat” dari persoalan pribadi dan rumah
tangga masing-masing.
Penelitian lain menunjukkan, faktor utama perselingkuhan dari kaum
lelaki adalah “kelebihan” uang di saku. Sementara, bagi kaum perempuan,
perselingkuhan merupakan balas dendam karena pasangan lelaki yang lebih
dulu melakukan tindak perselingkuhan.
Memang banyak penelitian yang menunjukkan sebagian besar lelaki
menganggap monogami sangat penting dan selingkuh adalah perbuatan salah.
Tapi pada kenyataannya, beberapa penelitian lain membuktikan 60-80
persen lelaki pernah melakukan hubungan seks dengan perempuan yang bukan
istrinya. Karena itu, tidak ada hubungan antara anggapan kebanyakan
lelaki tentang pentingnya monogami dengan perilaku selingkuh.
Hal ini menandakan bahwa banyak lelaki yang tidak pernah selingkuh
atau berpikir mereka akan terlibat perselingkuhan, tapi akhirnya
selingkuh juga. Sehingga para pakar menyimpulkan sebagian besar lelaki
memang cenderung rentan terhadap perselingkuhan. Para pakar seks dan
keluarga mengungkapkan beberapa faktor yang menjadi “kekuatan” lelaki
untuk selingkuh.
Pertama, faktor finansial yang positif. Artinya, saat mereka memiliki
uang secara berlebihan dari kebutuhan standar menurut mereka, maka
jalan pelariannya adalah pemuasan seks. Hal ini bisa berwujud perempuan
simpanan atau melakukan hubungan seks dengan perempuan pekerja seks
komersial.
Kedua, faktor dari dalam yang menarik mereka untuk selingkuh. Daya
tarik lawan jenis yang bisa berbentuk sensualitas, persahabatan dan rasa
kagum, rasa ingin tahu, tantangan, gairah, atau rasa cinta, merupakan
faktor mendorong perbuatan selingkuh.
Termasuk faktor pendorong dari dalam adalah keinginan melepaskan diri
dari hubungan rumah tangga yang tidak harmonis, rasa jenuh, keinginan
mengisi kekosongan dalam perkawinan, kebutuhan untuk diperhatikan atau
kebutuhan untuk membuktikan daya tariknya.
Ketiga adalah faktor sosial budaya. Seperti pengaruh media yang
membesar-besarkan masalah selingkuh, film-film yang mendramatissasi
hubungan gelap, penggambaran perempuan sebagai objek seks dalam iklan,
pendapat dalam masyarakat yang menyebabkan tidak terbukanya komunikasi
tentang masalah seksual dengan pasangannya dan sebagainya.
Mungkin timbul pemikiran dalam benak anda, apakah perselingkukan bisa
dicegah? Tentu saja jawabannya bisa ya dan tidak. Menurut para pakar,
satu-satunya cara mencegah perselingkuhan adalah dengan membina rasa
saling percaya dan kejujuran dalam perkawinan.
Langkah pertamanya adalah dengan menyadari ketertarikan suami kepada
perempuan selain anda. Komitmen ini tidak mudah digapai. Tetapi jika
terwujud, akan menjamin tidak akan terjadi perselingkuhan.
Atmosfir kejujuran dan rasa saling percaya bisa diciptakan dan harus
secara bersama-sama. Proses mendiskusikan masalah ketertarikan suami
kepada perempuan lain dengan istrinya justru akan mengurangi kemungkinan
ia bertindak lebih jauh.
Melalui diskusi, suami bisa melihat potensi masalah yang akan
ditimbulkan hubungan gelapnya. Sedangkan rasa tertarik yang dipendam
hanya akan membuat suami melihat potensi kenikmatan bila hubungan gelap
tersebut berlanjut.
Dari hubungan gelap ini, bisa saja lelaki rela melepaskan sang istri
tapi bisa juga ia mempertahankannya. Berdasarkan penelitian, lelaki yang
mencampakkan istrinya dan menikahi kekasih gelapnya memberikan hasil
yang saling berlawanan. Tetapi penelitian juga menunjukkan bahwa 769
pasangan menikah dari 10.000 responden yang pernah berselingkuh ternyata
tetap mempertahankan keutuhan rumahtangganya.
Tapi penelitian yang lain dengan topik yang sama dan waktu berbeda,
akan menunjukkan 75 persen pernikahan bubar gara-gara suaminya pernah
selingkuh. Penelitian terbaru dengan pendekatan yang sedikit berbeda
dapat disimpulkan bahwa lelaki yang menceraikan istrinya untuk menikahi
pasangan selingkuhnya jumlahnya tidak sampai 10 persen. Dari penelitian
tersebut juga diketahui bahwa 75 persen dari mereka akan mengalami
perceraian kembali.
Dari hasil-hasil penelitian tersebut bisa disimpulkan bahwa
perselingkuhan suami bisa saja berujung pada perceraian, tetapi kecil
kemungkinannya suami yang selingkuh akan meninggalkan istrinya untuk
dapat menikahi pasangan barunya. Perceraian biasanya terjadi karena
perselingkuhan tersebut tidak bisa ditoleransi sang istri, sehingga
“suhu politik” dalam rumah memanas. Jadi perceraian bukan satu-satunya
pilihan yang paling masuk akal. So, mau pertahankan istri tercinta atau
pasangan selingkuhan, itu terserah anda yang menjalaninya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar